Langsung ke konten utama

[Diary] Terjun Lapangan ke Makam Bung Karno di Blitar

Hari Minggu di tanggal 07 April 2019 lalu, aku dan kawan-kawan lain yang tergabung di dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dedikasi berangkat menuju Blitar untuk terjun lapangan. Kami pergi ke Makam Bung Karno yang ada di Kota Blitar, Jawa Timur untuk menjalani penempuhan kartu pers.
Sehari sebelum aku dan kawan-kawan yang lain ditugaskan untuk terjun ke lapangan, kami mengikuti pelatihan jurnalisme sastra yang mana pematerinya adalah Moh. Fikri Zulfikar dari AJI Kediri. Untuk kegiatan terjun lapangan, aku satu kelompok degan Nada dan kami ditugaskan untuk meliput tentang museum yang ada di Makam Bung Karno.
Saat di perjalanan mencari museum yang ada di area Makam Bung Karno, aku melihat seorang bapak-bapak yang membawa termos merah, ternyata termosnya berisi es. Siang hari begitu memang cocok buat makan es, ya? aku jadi kepingin beli. Setelahnya, bangunan museum sudah terlihat, Nada melangkahkan kakinya menuju ke sana, “Eh Nad bentar! Aku pengen beli es dulu ya.” aku berujar kepadanya lalu menyusul bapak penjual es.
Selesai membeli es, aku dan Nada memasuki Museum Bung Karno. Museum ini bersebrangan dengan perpustakaan, setiap pengunjung yang datang ke Museum Bung Karno diwajibkan untuk mengisi buku kunjungan. Setelah mengisi daftar kunjungan, kami mulai mengamati seisi ruangan dan mencatat apa saja yang kami anggap penting. Ruangan museum itu cukup kecil bagiku, tetapi jangan salah.. ada banyak sejarah di dalamnya. Aku dan Nada sempat kebingungan akan mewawancarai pengunjung yang mana buat melengkapi data. Setelah menemukan jawaban, akhirnya kami mewawancarai seorang ibu dari Tulungangung yang datang bersama keluarganya.
Setelah merasa cukup dengan data pengunjung, kami pergi mendatangi resepsionis untuk menanyakan kepada siapakah kami bisa mewawancarai perihal Museum Bung Karno. Dua ibu yang bertugas menjadi resepsionis saat itu bilang bahwa sedang tidak ada narasumber yang bisa diwawancarai karena hari itu adalah hari Minggu. Tetapi masih bisa diusahakan katanya, kalau ada surat penugasan. Sayangnya saat itu kami tidak memiliki surat.
Akhirnya aku dan Nada melapor ke kakak-kakak dan bertanya harus bagaimana, lalu salah satu dari mereka bilang, “Gapapa, cari yang lain aja. Asal bisa menyoroti sesuatu yang ada di sini,” Setelah berjalan dan mencari objek, aku sempat kebingungan mau menyoroti tentang apa. Setiap kelompok sudah ditentukan temanya masing-masing, tapi ada juga beberapa kelompok yang terpaksa harus mengganti objek karena beberapa kendalać…”sama seperti aku dan Nada. Saat sedang berjalan di tengah teriknya matahari, aku menemukan bapak penjual es yang sebelumnya aku temui. Aha! Daripada pusing-pusing mencari objek, aku memutuskan saja untuk mewawancarainya hehe. “Eh Nad ayo kita wawancara bapak itu aja,” kataku pada Nada dan ia menyetujuinya.
Setelah mendapat persetujuan dari Pak Rokani (bapak penjual es) untuk melakukan wawancara, kami mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengorek-ngorek informasi dari beliau. Kami menanyakan seputar harga es, ternyata esnya dinamai es drop dan salah satu kakak Dedikasi bilang kalo es itu adalah es khas Blitar. Kami juga menanyakan perihal pembuatan es, apakah beliau membuatnya sendiri atau tidak. “Ngambil dari orang lain.” katanya menjawab rasa penasaran kami.
Selesai mewawancarai Pak Rokani, aku dan Nada mencoba untuk memulai menuliskannya ke dalam sebuah tulisan berbentuk feature. Saat itu aku sempat kesulitan untuk merangkai kata, menurutku menulis feature lebih sulit dibandingkan dengan menulis straight news. Setelah memutar otak, akhirnya tulisan kami pun jadi. Selanjutnya semua peserta diwajibkan berkumpul untuk mempresentasikan hasil tulisannya. Dan kelompokku lah yang jadi kelompok pertama untuk memulainya. Duh, aku sempat kurang percaya diri untuk memulainya. Tapi akhirnya aku membacakan hasil tulisan dan Nada yang menceritakan tentang proses di balik layar.
Setelah semua kelompok selesai mempresentasikan hasil karyanya masing-masing, adalah hal yang tidak boleh terlupakan untuk mendokumentasikan kegiatan bukan? akhirnya semua rombongan LPM Dedikasi berfoto bersama. Kenyang dengan berfoto (walau pun sebenarnya aku belum puas), juga hari yang semakin sore memaksa kami untuk kembali ke dalam bus dan mulai melakukan perjalanan untuk pulang ke Kediri.
Hari Minggu di bulan April itu menjadi salah satu hari yang (mungkin) tak akan terlupakan. Aku merawatnya dalam ingatan.



(Kediri, 30 April 2019)

Museum Makam Bung Karno, Blitar. 07 April 2019.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan ke Panti Tresna Werdha Jombang di Kediri

Pada tanggal 20 Mei 2019, kawan-kawan yang tergabung di dalam gelombang 1 dari Program Studi (Prodi) Psikologi Islam Institut Agama Islam  Negeri (IAIN) Kediri melakukan  kunjungan ke Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Tresna Werdha Jombang di Kediri. Panti Tresna Werdha Jombang ini beralamatkan di Jl. A. Yani No.46 Pare, Kediri. Jarak yang ditempuh dari Ngronggo-Pare kurang lebih memakan waktu 45 menit dengan menggunakan sepeda motor. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas observasi dan wawancara pada masa dewasa akhir yang terdapat di dalam mata kuliah Psikologi Perkembangan. Tugas ini diberikan oleh Fatma Puri Sayekti M.Psi. Psikolog selaku dosen mata kuliah Psikologi Perkembangan. Pembukaan acara dilakukan di aula Panti Tresna Werdha Jombang pada pukul 08:00-08:30 WIB. Gelombang 1 terdiri dari 20 kelompok, dimana setiap kelompok beranggotakan 3 orang mahasiswa/i. Sebelum melakukan observasi dan wawancara kepada para lanjut usia (lansia...

Sajak lama

Aku menulis, semoga rasanya sampai kepadamu dengan manis Aku sudah mengungkapkan, aku tak banyak berharap terbalaskan Aku sudah merelakan, semoga kamu bahagia dan selalu berkecukupan. Rasa ini terlalu sulit untuk dipahami Rindu ini terlalu jauh untuk kubagi Tak ada nama untuk ini, Di dalamnya hanya aku sendiri Bertemankan kopi, menghatamkan sajak-sajak yang menyayat hati. Biarlah kau tetap dengan gitarmu, Menemani mereka menyanyikan lagu yang menggetarkan hati. Biarlah kau tetap dengan kopimu, Menghangatkan semangat mereka yang mungkin sudah mati. (Sebuah sajak lama yang ditemukan dalam secarik kertas yang terlupakan, Juli 2022)