Newbie... Happy reading ^^
FLY
Pagi yang cerah, Alhamdulillah hari ini aku masih bisa pergi ke sekolah.Mencari ilmu adalah kewajibanku, walau pun sesekali aku sering merasa malas untuk pergi ke sekolah. Setiap kali pikiran itu datang menghampiri pikiranku, akan ku tepis dengan perkataan Imam Syafi’i yang berbunyi “Jika kamu tidak kuat menahan letihnya belajar, maka kamu harus kuat menahan perihnya kebodohan.” Dan mengingat bahwa mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim. Apalagi muslimah menurutku, karena nantinya kan bakal jadi madrasah utama untuk anak-anaknya kelak, heee...
“Assalamu’alaikum Annisa, mau berangkat sekolah ya?” sapa Bu Aminah tukang ikan, maklumlah karna rumahku ada di gang, jadi sebelum ke jalan besar banyak pedagang yang berjualan di sana.
“Wa’alaikumsalam, iya bu mau berangkat.” Jawabku. “Belajar yang giat, supaya jadi orang yang berguna buat bangsa, agama dan negara. Semangat!” Bu Aminah menyemangati, tangannya sedang memegang pisau berlumuran darah bekas tadi memotong ikan. “Iya bu, tapi itu turunin pisaunya. Horrooor.” Candaku pada Bu Aminah. “Heheiya Nis, maaf-maaf.” “Iya bu, hiihik semangat!” aku pergi dengan senyum mengembang di wajahku.
Orang-orang di kelas asik dengan kegiatannya masing-masing, sebagian murid laki-laki di kelasku asik ngorok a.k.a tidur :v kami begini karna masih ada jadwal kosong, jadi kami menunggu pelajaran Pak Hakim dengan mengisi kegiatan yang ingin dilakukan.
Aku hanya diam di kursiku sambil memakai headset di telingaku. Lagu yang kudengar? Biasa, lagu Korea yang kudengar hii. Seseorang mendekatiku, ternyata dia Henry, orang yang mungkin masih belum mengerti dengan “ke-anehanku” ini. “Annisa!” nadanya naik setengah bercanda. “Hmm, apa Henry?” jawabku santai. “Kamu beneran aneh! Baju udah panjang dipakein lagi di dalemnya. Itu, kenapa pake itu terus? Gak gerah apa?” tunjuknya pada manset hitam ditanganku. “Hmm, iyasih ane emang aneh Hen. Gapapa sih, pengen aja, ini jaga-jaga.” Candaku. “Hah jaga-jaga? Apaan tuh? Ntu jimat?” kata Siwon yang temanku juga. Aku hanya membalasnya dengan tawa renyah, ya pada awal mulanya saat aku “hijrah” kata-kata itu menyakiti hatiku bahkan sangat menganggu. Tapi sekarang aku sudah tak masalah, mungkin karena sudah terbiasa, walau sesekali ada titik sensitifku dimana aku tak bisa menerima semua perkataan itu. But, it’s okay, gwaenchanha.
Bel pelajaran Pak Hakim berbunyi, tapi masih ada satu orang murid laki-laki yang masih belum bangun, yang hobinya tidur tah :v namanya Rama. “Rama, bangun! Liat tuh Pak Hakim mau masuk ke kelas.” Kata Gege teman sebangkunya.
Laki-laki di kelas sudah mencoba membangunkannya, tapi hasilnya nihil, dia masih tidur! Perempuan di kelas tertawa melihat laki-laki yang mencoba membangunkan Rama. “Astaghfirullah, itu si Rama doyan amat tidur.” Mia berbicara. “Haha iyatuh, aneh ya orangmah susah tidur di kelas orang pada berisik juga.” Canda Elisa melengkapi. Aku dan Eun Byul hanya tertawa melihat orang-orang. Tak lama kemudian, Pak Hakim masuk ke kelas. “Rama bangun woy, bangun!” Gege mencoba membangunkannya sekali lagi. Tapi hasilnya sama, dia masih tetap tak bangun juga! “Awas Ge, Rama dibangunin sama bapak. Sssstt yang lain diam, keluar. Kita kerjain.” Suruh Pak Hakim.Iya, Pak Hakim memang seorang guru yang memiliki selera humor yang tinggi. Tapi, jangan salah. Palajarannya sangat menyenangkan! Beliau akan menerangkan pelajarannyanya dengan rinci, beliau mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama & Budi Pekerti. Jika ada yang bertanya tentang agama yang tidak dimengerti. Insya Allah pasti dijawab, tenang hii..
Sementara semua murid di luar melihat ke dalam kelas sambil tertawa. Pak Hakim masih mencoba membangunkannya. “Rama, Rama bangun!” tangan Pak Hakim menggoyang-goyangkan tubuh Rama. Dan akhirnyaa, Rama pun terbangun dengan wajah yang syok, ya wajah orang baru saja bangun dari tidurnya. Sementara teman-temannya tidak ada di dalam, tapi ada di luar dan menertawakannya. “Masuk-masuk.” Kata Pak Hakim mengajak kami semua ke dalam, tapi beliau masih saja tertawa.
“Rama, Rama, dari tadi tidurnya? Gege sudah coba bangunkan tapi susah. Jadinya sama bapak, hahaa! Tapi tadi cuman bercanda Ram! Maafya, sekarang cuci muka dulu sana!” suruh Pak Hakim yang masih saja diselipi tawaan dari siswa-siswi di kelas.
Kami semua pun mengikuti pelajaran Pak Hakim dengan suka cita dan semangat. Setelah itu kami semua pulang ke rumah masing-masing.
***
Pagi ini aku hampir saja kesiangan. “Bu, Annisa mau berangkat. Sudah cuci piring dan menyapu.” Aku menyodorkan tanganku untuk salam. “Iya, hati-hati di jalan. Belajar yang giat, jangan lupa berdo’a.” Kata ibuku hangat. “Iya, Assalamu’alaikum.” Aku meninggalkan rumah. “Wa’alaikumsalam.” Jawab ibuku. Aku pergi ke rumah sepupuku yang tak jauh dari rumaku. “Teyaa ayo berangkaat.” Ajakku. “Iya ayoo, hari ini kita naik angkot saja ya?” Kata Teya dengan nada pelan. “Motornya kenapa mbak? Yasudah, ayo cepetan.” Aku mengajaknya dengan cepat. Sebelum kami sampai di sekolah kami akan berjalan kurang lebih sekitar 200 m.“Apa gak bakal kesiangan ni?” tanyaku pada Alia(Teya). “Insya Allah gak bakal, kita masih punya waktu sekitar 10 menit.” Jawabnya sambil terus melihati jam yang terpakai di tangannya. Saat melewati gerbang, bel masuk pun berbunyi. “Haaa Alhamdulillah.” Ucap kami berdua.
Saat bel istirahat pertama, aku dan Eun Byul(Novia) pergi ke kantin, saat di perjalanan. Mataku terpacu pada sebuah brosur yang terpajang di mading. Dan aku pun mendekatinya.
“Pertukaran pelajar! Woaaah Byul lihaat!” kataku sambil menarik tangan Eun Byul. “Ayo ikutan yuk, eh ini mah bukan pertukaran pelajar. Tapi kesempatan untuk mengunjungi negara ini selama 1 minggu dengan cara kita membuat cerpen(cerita pendek), reading habbit(dalam 1 tahun membaca 24 buku), dan membuat puisi. Tapi kan Bahasa Inggris kita gak lancar, maksudnya belum menguasai.” Terangnya dengan detail. “Iyalah apa pun judulnya, aku ingin pergi ke Korea. Jadi pelajar yang ditukar ke luar negeri a.k.a ke Korea itu impianku sejak masih duduk di bangku SMP. Ah tidak, pergi ke Korea selama seminggu juga tak apa.” Kataku dengan semangat. “Iya, araseo aku tahu eon. Yasudah ikut saja, siapa tahu ini adalah langkah awalmu untuk mewujudkan cita-citamu.” Kata Eun Byul memotivasi. “Tapi, bahasa, bahasa Inggris nya gimana?” tanyaku agak cemas. “Hmm, yang penting berdo’a dan berusaha. Langkah pertama daftarkan diri buat bikin cerpen, terus kedua belajar bahasa Inggris.” Lagi-lagi menerangkan dengan detail. “Iya-iya, do’a dan ikhtiar. Kalau sudah semuanya, tinggal serahkan semua pada Allah ya, tawakkal. Fighting.” Ucapku di dalam hati.
Do’a dan ikhtiar. Pertama terus berdo’a dan ikhtiar, berusaha untuk mewujudkan cita-cita itu. Setiap ada waktu luang aku membuat cerpen untuk dikirim ke pihak sekolah.
Tak lupa aku terus belajar bahasa Inggris, kata Pak Salman, setiap hari usahakan belajar berbicara dengan diri sendiri dalam bahasa Inggris, maksudnya kita speak in English di depan kaca. Jadi lihat diri kita sendiri. Selain semua usaha yang dilakukan, do’a tak pernah tertinggal. Aku tahu dahsyatnya kekuatan do’a, do’a adalah senjatanya orang muslim. Tapi aku mengingatkan diriku sendiri agar tidak terlalu mendikte Allah, maksudnya meminta ini itu. Aku berharap semoga aku diberikan jalan yang terbaik oleh-Nya. Karna Dia lah sepandai-pandai pembuat skenario bukan? ...
Hari-hari berlalu masih tanpa kepastian. Orang-orang di kelas ada yang menyemangati ada pula yang mungkin merendakan, wallahu alam. “Belajar dulu yang bener di negara sendiri.”
Celetuk Salsa. “Jan banyak mimpi, nanti kalo mimpinya terlalu tinggi jatohnya sakit lho.” Puri membuka mulutnya dengan perkataan itu. Hatiku terasa sakit rasanya mendengar perkataan itu, tapi hari demi hari aku terus belajar apa arti dari kesabaran dan perjuangan itu. Alhamdulillah aku tak kehilangan semangat.
Aku bersyukur masih punya keluarga dan sahabat yang menyemangati dan mendo’akan ku. Segala puji hanya untuk Allah SWT.
Sabtu pagi, hari ini sekolah diliburkan karena ada suatu kepentingan. Aku sedang menonton televisi, ponselku berdering. Lagu Korea yang dijadikan sebagai nada dering panggilan suara pun berbunyi.
“Siapa yang telpon?” aku menggeserkan tombol angkat telpon. “Halo Assalamu’alaikum, ini Annisa Widiastuti?” kata seorang ibu yang berbicara lewat panggilan suara. “Wa’alaikumsalam. Iya ini Annisa Widiastuti ada apa bu? Ini dengan siapa?” tanyaku pada ibu itu. “Ohiya, ini Annisa. Annisa dapat beasiswa...” ibu itu berbicara panjang. Aku pun memanggil ibu agar menjawabnya. Badanku, rasanya tak terjaga lagi, lututku tak berasa, aku senang. Hamdalah aku ucapkan berkali-kali. “Iya, kata ibu itu Iyang dapet beasiswa. Alhamdulillah, katanya Iyang disuruh ke sekolah sekarang.” Kata Ibuku berkaca-kaca. “Apa ini benar? Masya Allah, Ya Allah inikah skenariomu?” kataku dalam hati, aku masih tak percaya. “Ayo cepet, mandi dulu.” Kata ibuku semangat. “Bu gak mandiyaa.” Aku menjawab tapi masih tak percaya. Beasiswa, kata yang kudambakan. Agar aku bisa membanggakan kedua orang tua ku. “Iya atuh, kata ibunya tadi cepet ke sekolah.” Ibuku tersenyum. Aku merapikan bajuku dan melihat diriku dengan dalam di depan cermin. “Inikah? Apa ini jawaban dari semua do’a dan usaha yang aku lakukan? Ya Allah, Alhamdulillah, Engkau sangat baik. Subhanallah.
Badanku terasa tak seimbang aku ingin menangis, senang dan tak percaya. Tanganku bergetar, aku pun naik ke dalam angkot untuk menuju ke sekolahku.
Aku tak lupa bertasbih “Subhanallah”. Saat masih di mobil, hampir sampai ke sekolah. Nada dering di ponselku berbunyi kembail, ternyata itu panggilan suara dari guru tadi! Aku pun menjawabnya. “Halo Assalamu’alaikum, iya kenapa bu?” tanyaku. “Iya Wa’alaikumsalam, ini sama Annisa Widiastuti?” tanya ibu itu dengan suara yang masih sama seperti beliau menerangka tentang beasiswa itu. “Iya, kenapa bu? Ini saya masih di jalan, sebentar lagi sampai.” Jawabku semangat. “Ohiya Annisa, maaf ini tadi ibu salah baca. Maaf bukan Annisa Widiastuti, Annisa Widiastuti ternyata belum direkomendasikan. Aduh maafya Annisa ibu minta maaf dengan sebesar-besarnya. Semoga kamu cepat diajukan dan mendapatkan beasiswa itu. Sekali lagi ibu minta maafya Annisa.” Suaranya meyakinkan. Ya Allah! Ternyata, namaku belum diajukan. Apa arti semua ini? Astaghfirullah haladzim, aku ingin menangis, badanku terasa lemas. Aku pun akhirnya turun dari mobil yang kutumpangi, ingin rasanya aku menghamburkan badanku ini ke jalan. Aku ingin menangis, Ya Allah aku masih tidak percaya dengan skenario-Mu, astaghfiirullah!
Aku pulang ke rumah. Ibuku masih sangat antusias. “Lha, kenapa sudah pulang? Apa kata pihak sekolah?” tanyanya. “Bu, katanya tadi salah. Nama Annisa Widiastuti belum diajukan jadi bukan Annisa aku. Ibu guru tadi minta maaf.” Terangku seperti apa kata ibu guru yang tadi. Mata ibuku berkaca-kaca, seperti ada kekecewaan dibaliknya. “Astaghfirullah.” Ucapku dalam hati. Ternyata aku belum bisa membanggakan kedua orang tuaku dan keluargaku, Ya Allah kuatkan aku. “Ohiya, gapapa. Terus semangat.” Senyum mengembang di wajahnya. “Iya bu.” Aku pergi ke kamarku. Ya Allah, aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku, membanggakan mereka dan meninggikan derajatnya. Tapi, apa aku masih belum bisa? Astaghfirullah, Ya Allah maafkan hamba-Mu ini. Beri hamba-Mu ini kekuatan agar bisa menghadapi semua skenario yang telah Kau buat.
Tentang masalah ini, hanya sedikit yang tahu. Aku, ibu dan bapakku. Setelah beasiswa yang tak jadi kudapat, aku harus tetap semangat dan berusaha. Alhamdulillah aku tak kehilangan arah, aku masih punya keyakinan bahwa semua skenario yang dibuat Allah itulah yang terbaik bagi hamba-Nya. Manusia bisa merencanakan, tapi yang mengatur itu terjadi atau tidaknya hanya Allah SWT. Jika aku tak punya keyakinan itu mungkin aku sudah kehilangan semangat juangku.
***
Aku pergi ke ruang guru. “Assalamu’alaikum, bu saya Annisa Widiastuti X-TKJ 2. Ada apa ya bu?” tanyaku heran. “Oh ini Annisa Widiastuti? Iya ini ibu yang waktu itu menelpon, tentang beasiswa.” Kata Ibu Guru itu. “Ohiya bu, ada apa ya?” aku bertanya kembali. “Iya Annisa, kamu dapat pergi ke luar negeri.” Ibu itu menjawab. “Maaf, maksudnya bagaimana bu? Ibu dulu pernah bicara bahwa saya belum diajukan. Apa sekarang saya sudah diajukan bu?” tanyaku antusias.“Begini, bukan tentang beasiswa itu. Kalau program beasiswa yang kemarin adalah beasiswa dalam arti bantuan. Bantuan untuk sekolah gratis. Tapi ini berbeda, bukan beasiswa. Annisa mendapat program yang mengirim Annisa ke Korea Selatan. Annisa bisa cari berbagai informasi tentang Korea Selatan, cara belajar dan bisa juga cara mereka menulis, maksudnya menulis novel, cerpen, drama, dan sebagainya. Tapi ini hanya seminggu. Annisa harus memanfaatkan waktu ini dengan baik dan benar. Dan selepas Annisa pulang dari Korea, Annisa harus menyusun rangkuman dalam artian kesan terhadap waktu yang selama seminggu itu kamu habiskan di Korea untuk berbagai hal.” Ibu Guru menerangkan dengan detail. “Masya Allah, Alhamdulillah bu. Saya memang sangat ingin pergi ke Korea, terima kasih banyak bu.” Jawabku dengan senang. “Iya, jangan lupa. Kamu harus memanfaatkan waktu 1 minggumu itu untuk hal-hal yang bermanfaat. Minggu depan kamu berangkat ke Korea.” Kata Ibu Guru tersenyum. “Iya bu, terima kasih banyak. Assalamu’alaikum.” Kataku sambil pergi meninggalkan ruang guru. “Wa’alaikumsalam.” Jawab Ibu Guru.
“Subhanallah! Inikah jawaban yang sebenarnya? Balasan dari do’a dan ikhtiarku selama ini? Alhamdulillah Ya Allah, terima kasih. Engkau lah Maha dari segala Maha, skenario-Mu begitu indah.” Aku menangis.
Dan akhirnya aku pulang ke rumah. Aku memberitahukan kabar gembira ini kepada kedua orang tuaku. Alhamdulillah mereka sangat bahagia dan antusias, begitu pun kedua adikku. Adikku meminta untuk dibawakn oleh-oleh saat nanti sudah pulang dari Korea.
Pada saat waktunya untuk berangkat ke Korea, keluargaku menitipkan pesan agar aku bersikap baik di sana. Menjadi orang yang berguna dan bisa memanfaatkan waktu yang ada.
Alhamdulillah, akhirnya aku bisa pergi ke Korea. Negara yang ingin aku kunjungi sekian lama, aku ingin mengunjungi banyak kota. Kota-kota di negaraku, Indonesia. Kota-kota di Korea Selatan, ke Macau, Taipei, Beijing, Paris, Turki. Woaah Jilbab traveller~
Do’a dan ikhtiar memang sangat penting, tapi tetap kita harus menyerahkan semuanya kembali kepada Allah SWT. Allah lah yang berkehendak atas diri kita. Fighting!
Selesai
Maaf ya, ini garis menjoroknya gak muncul, hii acak-acakan, ceritanya garing :v. Terima kasih banyak sudah membaca, silahkan kritik dan sarannya ^^Instagram : annisaw2000
Twitter : annisaw2000
Facebook : Annisa Widiastuti
Komentar
Posting Komentar